Oleh : Byoma Ganendra
Ada 3 poin yang harus dipertegas
untuk memahami NS/Fasisme:
1. Nasional-Sosialisme/Fasisme Merupakan Kediktatoran
NS/Fasisme
adalah kediktatoran itu benar, namun kita harus mampu membedakan Kediktatoran
Ultranasionalis dan Kediktatoran
Proletariat. Kediktatoran Ultranasionalis NS/Fasisme bersifat Totalitarian artinya kepentingan bersama
dalam bernegara lebih diutamakan.
Banyak sumber
yang mengatakan bahwa Kediktatoran adalah buruk namun kita bisa memilah
Diktator seperti apa yang kita maksud. Dikator bukanlah Tiran namun Tiran bisa
muncul dari pemimpin mana saja bahkan pemimpin paling demokratis sekalipun
dapat bepotensi menjadi seorang Tiran. Athena sudah membuktikannya di periode
awal keemasan demokrasi Yunani bahwa demokrasi yang dibangun Solon of Athens berubah menjadi Tirani
dalam waktu singkat menyisakan pemahaman Plato mengenai pertumbuhan dan
perkembangan Demokrasi yang tidak selalu sejalan dengan apa yang kita kira.
Fasisme jelas
merupakan Kediktatoran namun Fasisme memiliki modelnya sendiri. Fasisme menolak
pemerintahan Kediktatoran Proletariat seperti USSR. Model Kediktatoran Fasisme
adalah Autoritaren Fuhrerstaat merupakan suatu wadah penggabungan
antara sistem ketidaksamaan dalam Absolutisme dimana tidak ada demokrasi dan
juga Republik dimana terdapat sistem kesamaan dan demokrasi.
Tujuan
pemerintahan Fasis adalah negara bukan bentuk negara. Hitler menjelaskan itu
dalam Mein Kampf bahwa
tujuan Nasional Sosialisme adalah bangsa Jerman bukan Kerajaan ataupun
Republik. Walau praktek Fasisme khususnya dibidang pemerintahan berbeda dalam
tiap-tiap negara besar (Jerman, Italia dan Jepang) namun jelas bahwa tujuan
bernegaranya adalah sama. Di Jerman tidak ada Kaisar namun yang adalah adalah
Fuhrer yang berkuasa mutlak sebagai penguasa tunggal di Jerman Reich dengan
parlemen sebagai badan penasihat. Di Jepang terdapat Kaisar yang berkuasa
sebagai penguasa tertinggi dan juga parlemen yang dipimpin Perdana Mentri yang
menjalankan tugas atas nama Kaisar. Italia memiliki Raja sebagai kepala negara Italia dan IL
Duce sebagai kepala pemerintahan dan Dewan Fasis sebagai badan penasihat.
Mereka berbeda namun tujuannya sama.
2. Perekonomian ala Nasional-Sosialisme/Fasisme
Perekonomian di dalam Nasional-Sosialisme/Fasisme didasarkan atas asas sosialisme. Fasisme
adalah ideologi sosialis bukan kapitalistik. Sebagaimana yang Fuhrer sudah
jelaskan dalam Mein Kampf bahwa gerakan Nasional Sosialis Jerman mendukung kaum
buruh Jerman untuk mendapatkan hak-haknya. Di Jepang pada saat yang bersamaan,
Fasisme tumbuh dalam suasana yang sedikit berbeda namun tidak jauh daripada
Jerman. Jepang tumbuh sebagai kekuatan industrialis namun mereka menentang
Kapitalisme karena Kapitalisme telah mengancam dan merusak perekonomian Jepang
diawal Restorasi Meiji serta nyaris mengubah karakteristik bangsa Jepang
melalui berbagai macam perjanjian internasional yang dinilai memberatkan
Jepang.
Sosialisme dalam
Fasisme adalah Sosialisme Kebersamaan. Sosialisme tersebut dibangun atas dasar
penggabungan antara sifat individualis
dan sifat
kolektif.
Individualis tercermin dari dibiarkannya hak-hak individu berkembang seperti
perusahaan swasta. Para pemodal (Kapitalis) diizinkan untuk menggunakan
modalnya dan membangun usaha. Meski demikian asas
Kolektif tetap tidak dilupakan. Negara memegang peranan penting dalam mengawasi
kaum Kapitalis agar tidak tumbuh menjadi Kapitalisme dan mengancam kepentingan
kolektif. Dalam hal ini negara berperan besar dalam mengawasi bahkan mengontrol
dengan ketat. Kepentingan kolektif yang dimaksud juga berbeda dari kepentingan
kolektif dalam Komunisme. Komunisme menekankan bahwa kepentingan kolektif
adalah kepentingan kaum proletar sementara Fasisme menyatakan bahwa kepentingan
kolektif adalah kepentingan bersama dalam bernegara.
Negara menjamin
kepentingan semua golongan dan mengawasi dengan ketat agar kepentingan individu
tidak mengalahkan kepentingan bersama dalam negara. Kepentingan utama tetaplah
negara. Kaum Kapitalis yang kaya harus membantu kaum proletar yang miskin. Kaum
Kapitalis memiliki uang untuk disumbangkan demi kemakmuran negara dan kaum
proletar memiliki tenaga untuk diberikan demi memajukan negara. Semua harus
berperan aktif dalam pembangunan negara tanpa memandang status. Itulah
kehidupan perekonomian Fasisme. Sosialisme namun tidak memandang kelas, dan
anti Kapitalisme namun tidak melarang pemodal dan usahaswasta. Selama
kepentingan negara terjamin maka negara akan memberi jaminan pula kepada
masyarakatnya.
3. Nasional-Sosialisme/Fasisme Tidak Pernah Mengajarkan
Rasisme (Diskriminasi Ras/Etnis)
Fasisme tidak
rasis. Fasisme memang
menekankan bahwa suatu bangsa harus bangga terhadap ras dan budayanya. Namun
hal itu tidak berarti rasisme. Kebanggaan yang dimaksud itu artinya adalah
bangga terhadap bangsa sendiri dan budaya
sendiri. Jangan pernah merasa rendah dihadapan bangsa lain atau itu akan
membuat kita menjadi lebih rendah
dari bangsa lain,
pikirkan terhadap bangsamu.
Ungakapan Deutchaland
Uber Alles merupakan ungkapan yang tepat menggambarkan bagaimana bangsa
Jerman bangga akan kejermanannya. Bangsa Jerman bangga akan statusnya akan
kebudayaannya akan kemampuannya. Bangsa Jerman percaya bahwa mereka selalu
berada didepan bangsa-bangsa lainnya. Bermakna bahwa mereka tidak boleh kalah
dalam setiap persaingan dengan bangsa lain apakah itu dibidang politik maupun
ekonomi.
Banyak
negara-negara Fasis lainnya seperti Italia menggunakan istilah Italia
Irredenta yang mengungkapkan kebanggaan akan jati diri Italia bahwa
dahulu mereka pernah berjaya sebagai suatu Imperium Besar. Siapa yang tidak
mengenal Romawi, bangsa yang nyaris mempersatukan duni dibawah panji-panji
mereka. Bangsa yang membangun Imperium terbesar dan terlama di dunia yang
warisannya dapat dirasakan oleh seluruh dunia hingga saat ini. Itulah
legitimasi yang digunakan Fasisme Italia bahwa Irredenta bermakna kejayaan masa
lalu Romawi sejalan dengan apa yang dipikirkan Machiavelli mengenai bangsanya
berabad-abad silam.
Jepang memiliki
istilah Dai Nippon Teikoku (Kekaisaran Jepang Raya) bahwa mereka tidak
boleh merasa rendah dihadapan China
yang besar, atau Barat yang modern. Namun Dai Nippon Teikoku harus mampu untuk
menjadi bangsa besar yang melampaui semua yang pernah memandang remeh
terhadapnya. Jepang pernah menjadi makmur dimasa lalu. Ketika Toyotomi
Hideyoshi mempersatukan Jepang dan mengakhiri periode Sengoku yang telah
mengoyak Jepang selama berabad-abad. Bangsa Jepang mendunia, para pedagangnya
berlayar hingga seluruh dunia dengan kode pelayaran segel merah. Perekonomian
Jepang bangkit dan perdangangan Jepang dibawah kekuasaan Toyotomi nyaris
mengalahkan kongsi dagang Eropa seperti EIC
(Inggri)s dan VOC (Belanda). Dibawah Toyotomi Hideyoshi pula,
Jepang bergerak keluar, membangun Imperiumnya dengan mengalahkan Dinasti Joseon
di Korea walaupun saat itu belum mampu
mengalahkan Dinasti Ming
di China. Namun itu menjadi
pelajaran sejarah berarti bagi Fasisme Jepang untuk membangkitkan kembali
semangat juang bangsanya untuk membawa nama besar Jepang ke dunia.
Indonesia juga
punya, Indonesia Raya. Tidakkah semboyan itu cukup untuk mengingatkan
bahwa Indonesia adalah Imperium Besar dimasa lalu? Bahwa Indonesia Raya bermakna sama
dengan Dai Nippon Teikoku, Italia Irredenta atau Deutchland Uber Alles. Indonesia adalah
bangsa besar yang pernah berjaya dan kejayaan itu akan menjadi dorongan untuk
maju kedepannya. Jerman, Italia dan Jepang menggunakan itu untuk memajukkan
negaranya. Untuk memompa semangat juang bangsanya. Bahwa sekalipun tidak boleh
mereka merasa rendah atau kalah dari bangsa lain.
izin share bro
BalasHapusbro sumber-sumbernya ga di cantumin?
BalasHapus