Poster-poster Jerman yang menggambarkan bagaimana karakteristik seorang Wanita/Ibu seharusnya.
Wanita-wanita pun dapat tetap berkarya, bahkan di dalam angkatan bersenjata Jerman sekali pun!
Hanna Reitsch, seorang wanita yang memperoleh penghargaan dari Nazi Jerman.
Mutterkreuz, (nama panjangnya Ehrenkreuz der Deutschen Mutter) adalah sebuah salib penghargaan yang diberikan kepada wanita yang berprestasi kepada The Third Reich!
Oleh : Byoma Ganendra
Tampaknya
banyak yang masih mengira bahwa NS/Fasisme adalah ideologi yang memandang
rendah kaum wanita. Banyak yang memahami bahwa NS/Fasisme mengekang kehidupan
wanita dan melarang mereka berkarya,
atau justru malah hanya mengizinkan bahwa
wanita hanya seputar mengurusi dapur, anak-anak bahkan lebih parahnya ada yang
mengartikan bahwa NS/Fasisme memandang wanita sebagai pabrik produksi bagi
anak-anak masa depan Negara.
Pandangan yang ekstrim sekali salahnya....
Pandangan
itu sangatlah sesat dan tidak benar sama sekali. NS/Fasisme sangat menghargai
wanita.
Sebagai
contoh, kebijakan Der Fuhrer Adolf Hitler sendiri semasa beliau menguasai
Jerman Reich. Dalam pandangan beliau, wanita yang baik adalah wanita yang mampu
mengurus dan membina keluarganya dengan baik. Wanita yang baik adalah wanita
yang mmpu menjadi ibu yang baik bagi anak-anak mereka dan menjadi istri yang
baik bagi suami mereka. Mengapa Der Fuher menekankan demikian? Sebab beliau
memandang bahwa figur seorang ibu dalam kehidupan berkeluarga adalah figur yang
paling penting. Seorang ibu adalah figur yang akan membentuk karateristik
seorang anak, figur yang akan menjaga anak-anak selama ayah mereka bertugas
diluar rumah. Bahkan beliau sampai membuat
medali penghargaan bagi ibu-ibu yang dinilai mampu membina keluarga mereka dengan
baik. Medali tersebut adalah “Mutterkreuz”.
Namun
bukan berarti, Der Fuhrer memandang wanita sebatas itu saja. Beliau mengizinkan
para wanita yang muda untuk berpartisipasi dalam perkembangan Reich Ketiga yang
beliau pimpin. Sebagai bukti, kaum wanita muda sendiri banyak yang bergabung
dalam Hitlerjugend (barisan pemuda Hitler) sebagai bentuk aktivitas mereka
diluar rumah. Bahkan seorang wanita Jerman bernama Hanna Reitsch mencetak
prestasi yang mengagumkan dan mengharumkan nama Reich Ketiga. Di sisi lain, seorang wanita juga dapat bergabung di
dalam DRK (Deutsches Rotes Kreuz)
atau Palang Merah Jerman, yang mana membantu para prajurit-prajurit yang
terluka selama di medan pertempuran.
NS/Fasisme
memang menolak ide-ide Emansipasi
Wanita dari kaum Liberal/Kapitalis yang
menyatakan untuk memberikan wanita kebebasan yang besar dalam rangka persamaan
derajat pria dan wanita. Bagi NS/Fasis, wanita tetap memiliki apa yang disebut
oleh kita sebagai “kodratnya” atau tempatnya namun
NS/Fasisme tidak mengekang mereka untuk berkarya selama itu tidak membuat
wanita lupa akan posisi mereka dan tidak membahayakan posisi mereka sendiri.
Wanita yang sudah menikah dan memiliki anak dianjurkan oleh NS/Fasisme untuk
berkonsentrasi dalam membina keluarganya dan menjadi figur ibu yang baik demi
kebaikan bersama sendiri, namun
kaum Liberal/Kapitalis senantiasa memandang ide tersebut sebagai pembatasan dan
pengekangan dan kaum NS/Fasis membantah dengan menyatakan ide tersebut sebagai
bentuk proteksi. Kebebasan itu harus diproteksi dengan nilai-nilai dan aturan
yang ketat. NS/Fasisme menolak wanita menjadi objek eksploitasi kebebasan.
Justru ide-ide NS/Fasisme mengandung nilai-nilai proteksi yang besar terhadap
masa depan tidak hanya wanita namun juga kehidupan berkeluarga dalam negara....
Emansipasi
wanita ala Kartini memang sudah patut dipertanyakan. Bahkan buku Kartini yang
berjudul "Habislah Gelap Terbitlah Terang" juga sudah mulai diragukan kebenarannya.
Diragukan disini bukan berarti diragukan keotentikannya, namun diragukan hasil
permikiran dari Kartini itu sendiri. Saya pernah mendengar dari dosen saya
bahwa beliau melakukan penelitian mengenai tulisan Kartini tersebut termasuk
surat-suratnya kepada teman-temannta di Belanda dan ternyata hasilnya bahwa
tulisan Kartini tersebut sebenarnya bermakna pro Kolonialisme Barat terhadap
bangsa Asia Timur Raya. Hal ini disebabkan bahwa makna Terang dalam tulisan Kartini bermakna peradaban Barat dan makna Gelap itu sendiri bermakna keadaan
bangsa Asia khususnya Indonesia yang dalam pandangan Kartini sebagai bangsa
yang Barbar/Tidak Beradab. Oleh karena itu Kartini menerima konsep Kolonialisme
Barat sebagai bentuk upaya bangsa Barat memberikan pencerahan kepada
bangsa-bangsa lainnya khususnya bangsa Indonesia sehingga Indonesia dapat
keluar dari kebarbarannya dan hidup menurut konsep milik Barat. Pemikiran
inilah yang nantinya akan mendasari lahirnya ide-ide pro Westrenisasi dan
menyebabkan bangsa Timur kehilangan identitas dan kebanggaannya terhadap
tradisi Ketimuran mereka.
Jika
memang demikian, maka Kartini seharusnya dihapuskan dari daftar Pahlawan
Indonesia dan dimasukkan ke dalam daftar pengkhianat tidak hanya bangsa
Indonesia namun juga seluruh bangsa Timur karena mendukung Kolonialisme Barat
atas Bangsa Asia Timur Raya...
Sebab
memang Belanda telah menanamkan mindset melalui pendidikan ala Barat mereka
agar membuat bangsa Indonesia secara perlahan tunduk kepada Belanda karena
dianggap membawa perubahan bagi nilai-nilai tradisi bangsa...
Kalau
pun memang itu adalah judul buku yang Kartini tulis, isinya pasti akan
membaik-baikan Belanda dan menyatakan Belanda sebagai pembawa pencerahan bagi
kehidupan bangsanya. Belanda datang dengan sistem dan pola yang dianggap mampu
mengubah kehidupan bangsa Indonesia. Baginya kebudayaan asli adalah sikap
Barbarisme. Kebudayaan asli telah menjatuhkan martabat suatu bangsa karenannya
sistem Barat haruslah diterapkan dan bangsa yang maju adalah bangsa yang meniru
kebudayaan Barat dan mengadopsinya dalam kehidupan mereka. Itulah isi pemikiran
Kartini... Otaknya tampaknya adalah
otak kebarat-baratan karenannya dia mendukung konsep Kolonialisme... Pencerahan
dapat dibawa melalui kolonialisasi bangsa-bangsa Eropa terhadap bangsa-bangsa
diluar Eropa...
Sumber : Analisis pribadi mengacu dari beberapa sumber.
0 komentar:
Posting Komentar